Pentingnya mencegah pikun dan mengenali gejala pikun sejak dini untuk segera di Obati (Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia)

 

Oma : Kunci Oma dimana ya?

Cucu : itu nek di gantungan

Oma: HP Oma dimana ya?

Cucu : itu lagi nenek pegang….


Hallo semuanya,


Sering gak sih kita melihat dan mendengar percakapan seperti diatas antara cucu dan Oma yang merupakan tanda-tanda pelupa atau biasa disebut pikun. Pikun memang sering terjadi seiring bertambahnya usia dan merupakan kesempatan pikiran yang harus tetap dijaga. 


Menjaga kesehatan memang sangat diperlukan sejak dini, apalagi kondisi saat ini kesehatan menjadi salah satu utama kita. Karena sehat itu dari semuanya mulai dari tubuh kita, pikiran dan jiwa. Apalagi semakin bertambahnya usia semakin kita haruslah menjaga kesehatan dengan baik.


Seiring bertambahnya umur terkadang diantara kita banyak yang menganggap pikun sebagai hal yang wajar dialami oleh seseorang termasuk oleh lansia dikarenakan adanya pertambahan usia. Pikun sendiri sebenarnya disebabkan oleh demensia dan perlu segera diberikan penanganan yang tentunya tidak boleh disepelekan.



Pada hari Minggu, 20 September 2020 pukul 9.00 kita bersama dengan para mom blogger lainnya mengikuti kegiatan seminar Zoom Live Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia yang merupakan bagian dari program kampanye edukatif #ObatiPikun. Tentunya kegiatan ini sangat bermanfaat sekali karena kita bisa membantu menjaga kesehatan keluarga terdekat kita atau orang terdekat serta diri sendiri supaya dapat mengenali dan mencegah pikun dari sejak dini. Bahkan buat diri kita sendiri saat menua nanti tidak merepotkan orang lain sebagai bentuk menjaga kesehatan kita, tidak menjadi beban buat anak maupun cucu.



Adapun Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia yang berlangsung ini banyak yang ikut hadir diantaranya hadir beberapa dokter spesialis saraf, dokter umum, dokter seminat serta masyarakat umum atau awam. Termasuk saya sendiri turut serta hadir dalam kegiatan ini.



Kegiatan Festival dilaksanakan secara virtual oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K), dan President Director PT Eisai Indonesia (PTEI), dr. Iskandar Linardi.



Mencegah memang lebih baik daripada mengobati. Bahkan kita sendiri tidak boleh menyepelekan suatu hal yang ternyata kedepannya akan berdampak besar. Salah satunya pikun ini. Banyak diantara kita yang sering menyepelekan pikun. Bahkan sering menjadi bahan bercandaan. Padahal pikun sendiri tidak boleh di sepelekan karena bisa dicegah dan diobati dengan menekan faktor resiko yang ada.



Apa sih yang menyebabkan seseorang menjadi Pikun? 

Pikun sendiri biasanya orang menyebutnya gampang lupa atau pelupa dimana istilah ini setelah dijelaskan disebabkan oleh Demensia yang merupakan sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang dapat mempengaruhi antara lain :

✔️ fungsi kognitif

✔️emosi

✔️ daya ingat

✔️ perilaku seseorang

✔️kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari 



Kenapa pikun ini perlu banget di cegah sejak dini dan diobati? 

Karena diantara kita sering banget anggap Pikun sebagai hal yang normal yang dialami oleh lansia, sehingga seringkali penyakit tersebut tidak terdeteksi. Ternyata berdasarkan dari data dari Alzheimer’s Disease International dan WHO, terdapat lebih dari 50 juta orang di dunia mengalami demensia dengan hampir 10 juta kasus baru setiap tahunnya. Alzheimer ini juga merupakan penyakit no 6 dengan tingkat kematian tertinggi. Sehingga harus di waspadai sejak dini. 

Dari banyaknya kasus tersebut, Alzheimer menyumbang 60-70% kasus. Hal ini dijelaskan dalam kegiatan zoom live yang sudah kami ikuti.



Apabila tidak diatasi penanganan pikun ini sendiri maka penderita nya akan terus bertambah setiap tahunnya. Bahkan yang paling sedih kita gak mau kan orang terdekat dan orang tua kita mengalaminya. 



Bagaimana cara mencegah pikun ini?

Pencegahannya sendiri dapat dilakukan dari sejak dini karena sampai saat ini BELUM ADA obat yang dapat mencegah dan menyembuhkan demensia, tetapi banyak faktor resiko yang dapat dicegah yang dikenal dapat sebagai pencetus dan memperberat penyakitnya. 

💕 Perlu adanya pengelolaan faktor resiko dapat mencegah demensia dan mengurangi progresifitasnya.

💕 harus ada upaya untuk tetap mempertahankan kualitas hidupnya sehingga tetap mandiri & tidak menjadi beban keluarga maupun lingkungannya



Bagaimana cara menangani penyakit lansia pikun ini?

❤️ Penyakit yang ada pada Lansia merupakan penyakit degeneratif, kronis, multi diagnosis serta penanganannya membutuhkan waktu lama & biaya tinggi dan menjadi beban yang sangat berat bagi masyarakat maupun keluarga termasuk pemerintah dalam program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

❤️ Sehingga perlu adanya pemeliharaan kesehatan Lansia seharusnya lebih mengutamakan promotif & preventif dengan dukungan pelayanan kuratif & rehabilitatif yang berkualitas.




Faktor Resiko yang dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan Dimensia atau pikun ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

💞 Menerapkan pola disiplin dalam meletakkan barang dirumah pada tempatnya

💞 Berolahraga

💞 Pola hidup yang sehat makan makanan dengan gizi seimbang karena kekurangan nutrisi juga bisa menjadi pikun

💞 Hindari stress atau tekanan yang membuat kita menjadi banyak pikiran

💞 Hindari berdebat dengan orang lain jika dirasa tidak penting

💞 Saat memiliki anak terapkan pola parenting yang baik seperti mengindari membentak anak atau memarahi anak

💞 Menjaga kesehatan jantung

💞 Bersosialisasi yang baik

💞 Menjadi produktif dan melatih kemampuan otak

💞 Punya note atau catatan yang bisa dilakukan sehari-hari



Namun, apabila ada orang sekitar kita yang sudah mulai pikun sebaiknya dapat kita bimbing dan arahkan serta merawatnya dengan baik. Hal yang terpenting saat merawat anggota keluarga yang ingin sembuh dari pikun ini yang terpenting adalah sabar mendampingi, dan yang paling penting jika kondisi semakin buruk bisa langsung berkonsultasi dengan dokter spesialis. (By Rachmanita Adindarara)


Tidak ada komentar

Posting Komentar